(Penulis adalah Pembimbing Haji Plus dan Umroh Khalifah Tour dan Dosen FDK UIN Bandung)
Jarak tempuh yang begitu jauh, iklim Haramain yang kadang terik, ditambah waktu pelaksanaan ritual ibadah yang relatif panjang, adalah sederet hal teknis yang kadang memantik emosi jamaah untuk kemudian membuncahkan amarah. Pada kutub itu, bila sedang berihram, jemaah haji dan umrah potensial untuk melangar larangan ihram.
Sebagai bara yang dilempar setan ke dalam dada manusia. Dalam petunjuk Syekh Ja’far Bin Muhammad, amarah adalah miftahu kulli syarrin, kunci dari segala keburukan. Karena itu, Agar sampai pada cita-cita mulia, meraih mabrur dalam haji atau menggapai maqbul dalam umrah, setiap jemaah sejatinya memiliki kemampuan dalam mengelola amarah.
Berdasarkan petunjuk HR Abu Dawud, mengelola amarah bisa dilakukan dengan menjaga wudhu. Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya amarah itu datang dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu” (HR. Abu Daud, No. 4784).
Dari hasil risert seksama diperoleh simpulan, bahwa berwudhu memiliki efek dalam melepaskan ketegangan dan menjaga ketenangan bathin. Karena itu, konon Bilal bin Rabah, seringkali dimimpikan oleh Rasulullah saw sebagai penghuni surga. Diantara amal istimewanya, Bilal memiliki kendali diri yang baik ketika diterpa amarah. Hal itu Ia peroleh melalui keterjagaan wudhu.
Selain menjaga wudhu, agar amarah tak berbuah masalah, bisa dikelola dengan membaca isti’adzah. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Jika seseorang dalam keadaan marah, maka ucapkan, ‘a’udzu billah (Aku meminta perlindungan kepada Allah)’, maka redamlah amarahnya.” (HR. As-Sahmi No. 1376).
Dengan membaca isti’adzah, selain memohon perlindungan, jemaah sekaligus melibatkan Allah untuk mengusir setan yang membisikan amarah di dalam dada. Dalam Qs. al-A’raf: 200, Allah menegaskan: “Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui.”
Tips berikutnya, yang diajarkan Rasulullah saw dalam mengelola amarah adalah dengan berganti posisi. Rasulullah saw bersabda, “Bila salah satu di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang (maka sudah cukup). Namun jika tidak lenyap pula maka berbaringlah.” (HR. Abu Daud, no. 4782).
Buah dari berganti-ganti posisi saat emosi hadir adalah lepasnya ketegangan. Dengan begitu segenap potensi ruhani dan jasadi berada pada poisisi tenang. Dalam simpulan para ulama, makin tenang seseorang, making terang pikirannya. Makin terang pikirannya, makin besar kekuatannya untuk mengendalikan amarahnya.
Dalam petunjuk hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, tips lainnya yang bisa dilakukan jemaah haji dan umrah dalam mengelola amarah adalah berdiam. Rasulullah saw bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian marah, maka diamlah.” (HR. Ahmad, 1: 239). Dalam spirit hadits yang sangat populer ini, diam lebih elegan daripada sibuk menghakimi dan mengumbar emosi. Karena itu orang-orang bijak berkata, “diam adalah emas”.
Melalui kemampuan mengendalikan amarah, perjalanan ibadah haji dan umrah akan bebas dari belenggu masalah. Dengan begitu, akan terbuka peluang meraih haji mabrur dan umrah maqbul. Tidak hanya itu, Rasulullah saw bersabda, Siapa saja yang menahan amarahnya padahal mampu meluapkannya, Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari Kiamat untuk memberinya pilihan bidadari yang ia inginkan.” (HR. Abu Daud, no. 4777).