Dr. H. Aang Ridwan, M.Ag

(Penulis adalah Pembimbing Haji Plus dan Umroh Khalifah Tour dan Dosen FDK UIN Bandung)


DALAM sebuah perjalanan mengunjungi situs bersejarah di Madinah pada musim haji tahun ini, penulis menyempatkan diri berkunjung ke Medan Badar. Sebuah situs bersejarah yang seringkali membanjiri berbagai inspirasi.

SAAT kunjungan itu, teringat sebelum Perang Badar, seba­gai motivasi bagi para mujahidnya, Baginda Nabi membacakan QS Al-Anfal 65, "Wahai Nabi (Muhammad), kobarkanlah semangat orang-orang mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus (orang musuh); dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan seribu orang kafir karena orang kafir itu kaum yang tidak memahami".

Dalam spirit ayat itu, Rasulullah menggelorakan semangat seraya berkata. "Qumu ila jannatin 'ardzuha as-samawati tua al-ard, Bangkitlah kamu semua maju ke medan perang yang menyediakan surga yang luas, seluas langit dan bumi."

Menyertai gelora itu, Nabi Muhammad mengokohkan kolaborasi para tentaranya agar bersatu dan menyatu dalam tuju. Ibnu Mas’ud berkata; “Kami pada hari Badar, tiap- tiap tiga orang saling bertukar untuk menaiki unta. Baginda Nabi ditemani Ali bin Abi Thalib dan Abu Lubabah. Ketika tiba giliran Baginda menaiki unta. mereka berkata. 'Kami akan bekalan di belakangmu’. Lalu Bagin­da berkata, ’Kamu berdua tidaklah kuat (dengan membiarkan hanya Nabi yang menaiki unta) dan tidaklah aku juga menginginkan pahala’.

Dari sekelumit peristiwa ini, terkait Hari Santri 22 Oktober 2023, bila hidup dimetaforkan sebagai sebuah medan peperangan, maka sebagai resolusi jihad santri di era milenial. setidaknya ada dua hal yaitu kesabaran dan kolaborasi.

Sabar dalam menjalankan perintah Allah swt untuk menuntut ilmu, sabar ketika diuji oleh kenyataan masaqoh di tempat menuntut ilmu, dan sabar untuk tidak berbuat maksiat saat me­nuntut ilmu. Adalah resolusi utama kaum santri yang akan berbuah lahirnya inner energy untuk bisa beradaptasi sekaligus menaklukan be­ratnya masa depan.

Menyertai kesabaran, era milenial menghajatkan kolaborasi. Dalam hal ini mari kita gali kearifan dari ilmu nahwu. Dalam ilmu nahwu, ada kali­mat yang disebut isim. Ia memiliki lima pilar sebagai resolusi untuk jihad santri milenial, yaitu jar, tanwin, an­nida, al, dan musnad.

Pertama, jar salah satu tandanya adalah kasrah yang memiliki filosofi tawadu. Dalam konteks hidup di era milenial, tawadu merupakan pijakan kearifan sekaligus sikap mental yang harus dimiliki seseorang santri. Bila berdaya tidak jumawa, bila sebalikna tidak putus asa.

Kedua, tanwin, filosofinya adalah sinergi. Di era milnelial tidak ada superman. Siapapun. termasuk santri harus bisa bersinergi dan kolaborasi.

Ketiga an-nida, adalah respontif. Filosfinya seorang santri harus res­ponsif terhadap berbagai inovasi dan perubahan rang terjadi.

Keempat, al, yakni makrifat, filosofinya seorang santri harus bisa mencerahkan lingkungan sekitar baik dengan ilmu, amal maupun finansial.

Kelima, musnad, filosinya sebagai mudhof ilahi, yakni harus mampu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari lembaga besar.

Dalam konteks musnad, seorang santri harus bisa menempatkan diri sebagai fail dhohir yang tugas pokok dan fungsinya jelas. Namun demiki­an, penting juga mempertimbangkan fail mustatir, yaitu aktor invisible. Substansinya santri harus bisa memberikan kontribusi untuk negeri.

Melalui dua resolusi sebagai oleh- oleh haji, jihad santri untuk negeri insyaallah akan membumi. Se­moga.***

 

 

Sumber Pikiran Rakyat tanggal 24 Oktober 2023