oleh : Dr. H. Aang Ridwan, M.Ag
Setiap kali manusia berjalan menuju Tuhan. Iblis, mahluk yang telah metahbis diri sebagai Yang Tersesat, tidak tinggal diam. Beserta kawan-kawannya dari kalangan jin dan manusia, mereka bahu membahu tanpa mengenal lelah untuk menyesatkan manusia.
Dimulai dengan membangun keraguan di dalam dada, kemudian mereka bermanuver dari setiap penjuru mata angin. Dari depan, belakang, samping kiri, dan samping kanan. Tidak hanya itu, iapun menggoda mansuia dari atas dan bawah. Tujuannya, agar manusia berada dalam kesesatan yang nyata.
Demikian pula dalam perjalan ibadah haji dan umrah. Tak sedikitpun Iblis mengendorkan diri untuk meracuni bahkan merusak perjalan para tamu Allah. Pertemuan jamaah dengan jamuan indah nan istimewa yang Allah janjikan, seperti; dikabulkan doa, diterima istigfar dan diampuni dosa. Adalah hal yang Iblis murkai. Karena itu, Ia menebar dan menabur racun-racun berbisa yang bisa mengotori bahkan merusak perjalan.
Diantara racun itu adalah, “rasa paling pintar”. Rasa ini Iblis hujamkan dalam dada ahli ilmu. Para pencinta ilmu, kaum terdidik, bahkan ulama sekalipun tidak luput dari manuver Iblis. Iblis menghendaki para ahli ilmu menjadi seperti dirinya, tidak dicintai dan menjadi kekasih Allah. Sebab dalam hatinya ia kukuhkan dan ia kokohkan, “Aku lebih hebat dari siapapun”.
Racun berikutnya adalah “rasa paling bener”. Rasa ini Iblis hujamkan dalam dada ahli ibadah. Dalam kepungan rasa ini, tak sedikit ahli ibadah yang mendeklarasikan diri bahwa praktik ibadah yang ia amalkan sebagai yang paling benar. Pertemuan dengan ragam perbedaan praktik ibadah di sepanjang perjalan haji dan umah, tak segan ia sematkan label “salah” bahkan “sesat”.
Pada kutub ini, tidak sedikit para jamaah yang terjebak pada sikap merasa paling suci. Padahal Rasulullah SAW, mengingatkan. “Janganlah kalian merasa paling suci, sebab Allah Maha Tahu siapa ahli kebaikan diantaramu. (HR. Muslim). Tidak hanya Rasulullah, Allahpun dalam Qs. An-Najm ayat 32 menegaskan; ”Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah Allah yang paling mengetahui tentang siapa orang yang bertawa”.
Rasa berikutnya, sebagai racun berbisa yang Iblis tebar dan tabur adalah “rasa paling terhormat”. Rasa ini Iblis hujamkan ke dalam dada orang-orang dengan status sosial tinggi. Ekpresi yang nampak dari rasa ini, hilangnya rasa hormat, simpati dan empati pada orang lain.
Dalam kepungan rasa ini, tidak sedikit jamaah yang hilang kemampuan dalam berfikir kontemplatif. Ia menjadi jadi kaum sumbu pendek, dimana amarahnya gampang membuncah. Kata-kata kasar dengan diksi yang melukai hati, kerap terlontar dari lisan orang yang merasa terhormat ini. Padahal Allah tidak menghendaki, rafas, fusuk dan jidal terutama bila sedang berihram.
Dalam kepungan rasa merasa paling segalanya, Iblis tengah berhasil merasuk dan merusak perjalan haji dan umrah. Berbagai rasa sebagai racun berbisa itu harus segera disingkirkan. Caranya, lurus dan tuluskan niat ibadah haji dan umrah karena Allah (QS. Al-Baqarah: 196). Buah dari niat tulus ini akan terbangun keikhlasan. Pada Pusaran Ikhlas, dengan terang-terang Iblis berkata, bahwa ia tidak punya tenaga sama sekali untuk meracuni dan menggoda hamba-hamba yang ikhlas (Qs. Al-Hjir:40).
Dengan ikhlas, selain menjadi teman dalam perjalanan, Allahpun akan bersedia bertemu di ujung perjalanan. Semoga.Sumber Pikiran Rakyat tanggal 12 September 2023